Selasa, 17 November 2015
Jumat, 09 Oktober 2015
Minggu, 24 Mei 2015
Surat Cinta Untuk Ibu
Surat ini untuk ibuku
tersayang...:)
Ibu , karena cintamu aku
bisa hidup di dunia ini.
Aku bisa bernafas , menangis
,dan tersenyum karena ketulusan hatimu,
Sehingga aku tak perlu sinar terang tuk menerangi gelapku
selain sinar ketulusan dari hatimu.
Disaat aku kedinginan dalam
dinginya malam,
Aku tak perlu kehangatan dalam dinginku selain pelukanmu.
Bahagiaku adalah bahagiamu.
Dosakah diriku ini ibu...?
Yang hanya bisa
merepotkan dan meminta sesuatu tanpa
memikirkan perasaanmu.
Tetapi dengan senyum ikhlasmu
dan ketulusanmu engkau berikan tanpa menginginkan suatu imbalan
kepadaku.
Ibu...
Engkaulah pahlawan yang membesarkanku.
Yang mengajariku makna kehidupan dalam kehidupan ini.
Manis pahitnya hidup engkau ajarkan dengan sebuah
kebaikan dalam hidupku
Ibuku........
Mengingat segala
pengorbananmu,
Yang telah bersusah payah mengandungku selama 9 bulan,
Yang tak kenal lelah merawatku,
Yang tak kenal lelah
menasehatiku ,
Dan tak pernah lelah
menyayangiku sampai akhir hayatmu,
Mungkin , pengorbananmu
untukku tidak bisa diungkapkan dengan rangkaian kata-kata.
Tapi sebuah jasamu dan
ketulusanmu adalah sebuah bait-bait harapan untukku..
Ibu ku....
Maafkan aku, ketika aku
beranjak dewasa seperti ini,
Engkau mungkin tak
mengenalku, mengenalku yang masih kecil
dulu.
Ketika aku selalu mengadu
semua masalahku.
Aku yang sekarang sibuk
dengan kepentinganku sendiri,
Dan, Aku merasa sangat
bersalah kepadamu,ibu......
Memori ini selalu ku ingat
dan tak akan pernah hilang dari pikiran
dan batinku..
Rasanya aku ingin lenyap
dari pandanganmu waktu itu,...
Hanya kata maaf yang bisa
terucap dalam bibir ini,
Maafkan aku ibu....
Yang dulu pernah berkata
kepadamu “ Aku malu denganmu,mempunyai seorang ibu yang tua dan jadul sepertimu”
Maaf kan anakmu ini,..
Mungkin,aku telah
mengecewakanmu dan menyakiti hatimu dengan kata-kataku.
Tapi...dengan sinar wajahmu
engkau membalas dengan senyuman manis untukku..
Aku merasa menyesal ...
Aku tak pernah memikirkan
perasaanmu,aku tak pernah tahu isi hatimu.
Sekarang aku sadar engkaulah
hidupku, engkaulah segalanya untukku .
Engkaulah sosok pejuang
wanita yang sangat pantas mendapatkan sebuah kebaikan .
Kasih sayang mu kepadaku tidak
pernah luntur walau mungkin nyawamu sudah berada dalam genggaman sang pemberi
kehidupan.
Aku ingin membuatmu
tersenyum dan bahagia dalam hidupmu ibu....
Aku berusaha dalam setiap
malamku , dalam sebuah bait-bait doaku untuk bermunajat kepada Allah Swt,agar
engkau sebagai pelita malam dalam
keridhoan-Nya.
Noda hitam dalam sebuah bait
bait kataku,adalah sebuah syair nada yang bergetar seperti tak bersuara yang
membuat hatimu tersakiti.
Aku sangat menyesal
ibu...pengorbanan dan perjuanganmu sangat besar untukku,
Aku sangat mencintaimu
ibu...maafkan anakmu ini yang terkadang menyakiti hatimu dan perasaanmu.
Tanpa ku sadari
apapun engkau lakukan demi untukku,meskipun itu nyawamu .
Maaf...ibuku sayang,.....
Untuk saat ini aku belum
bisa membalas semua kebaikanmu kepadaku,
Tapi sebuah jasamu tidak
akan pernah bisa dibalas oleh apapun meskipun aku membalas semua isi jagad
raya dalam kehidupan ini,
Karena ketulusanmu adalah
sebuah sinar permata dalam setiap sinar hidupku.
Terimakasih ibu....atas
semua kebaikan dan perjuangan mu untukku.
Aku ingin bisa melihat
engkau tersenyum dikala tua bersamaku sampai akhir hidupku.
Aku ingin bernyanyi
untukmu,lagu ketika kecil engkau mengajariku :
“ Kasih ibu...kepada beta,
Tak terhingga sepanjang masa,
Hanya memberi tak hadap kembali,
Bagai sang surya menyinari dunia”
Terima kasih ibu,...i love
you mom, aku cinta ibu.
“SASEGI” DARI IMM MALANG UNTUK KOTA MALANG YANG BEBAS DARI PENGAMEN DAN PEMINTA-MINTA
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi ortom dari Muhammadiyah yang
merupakan organisasi sosial kemasyarakatan berbasis Islam, sudah menjadi suatu
hal yang pasti bila setiap bagian dari organisasi tersebut memiliki tanggung
jawab moral untuk mempertajam sensitifitas indranya dalam menanggapi
permasalahan sosial di sekitarnya. Islam sebagai landasan gerakan Muhammadiyah
merupakan agama rahmatan lil alamin
yang menuntut setiap pemeluknya untuk memberikan ketentraman kepada setiap
makhluk di bumi ini, maka belum sempurna keislaman seseorang apabila dengan
kehadirannya orang di sekitarnya tidak bisa merasa nyaman, patut dipertanyakan
juga loyalitasnya kepada agama Islam bila pribadi tersebut tidak peduli dengan
kejanggalan sosial yang menggangu keseimbangan realitas kehidupan. Terlebih
organisasi yang beranggotakan mahasiswa Muhammadiyah itu telah menyebut dirinya
sebagai institusi sosial intelektual, tentu sebutan itu bukanlah sekedar nama tanpa
makna. Sebagai makhluk sosial, kader IMM tidak bisa lepas dari fenomena di
lingkungannya. Status intelektual, mengharuskan kader IMM bersikap kritis
terhadap apapun yang terjadi disekitarnya dengan memfilsafati setiap segi
kehidupan. Lantas sudahkah kader IMM dapat dinilai sensitif terhadap fenomena
sosial di sekitarnya? Apa buktinya?
Bila
kita kembali merefleksikan diri, berkaca pada KH Ahmad Dahlan pendiri
organisasi Muhammadiyah yang menjadi bapak dari IMM, beliau adalah sosok
pembaharu yang kritis terhadap lingkungannya, yang memulai dakwah dengan
mengamalkan QS Al Maun secara sungguh-sungguh. Sanusi (2013:49) menyatakan,
“hal yang agaknya tak biasa pada diri Ahmad Dahlan muda adalah daya kritisnya
pada keadaan dan umat Islam.” Tentunya pernyataan M. Sanusi tersebut bukanlah
pernyataan yang tak berdasar, karena memang telah banyak kita dengar tentang
pemikiran-pemikiran dan tindakan pembaharuan yang telah dilakukan oleh tokoh
yang memiliki nama kecil Muhammad Darwis itu. Salah satu hal yang menjadi kebiasaan
KH. Ahmad Dahlan sejak kecil adalah suka merenungi tradisi masyarakat. Menurut
beliau, tradisi yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat Kauman sudah melampaui kesadaran sosial-keagamaan.
Baginya, tradisi masyarakat yang lebih mementingkan tradisi kejawen daripada
kewajibaan berislam sudah melewati batas, hingga lahirlah dari buah
pemikirannya, sebuah organisasi yang oleh Moeslim Abdurrahman disebut gerarakan
puritanisme dengan berkesinambungan melakukan pencerahan terhadap masyarakat
dengan pendidikan keagamaan yang humanis.
Sudah
menjadi suatu keharusan IMM mengambil bagian dari fungsi sosial sebagai pemain
dari peradaban profetik ditingkat mahasiswa. Memang cukup banyak fenomena
sosial yang telah dikritisi oleh kader IMM, tak jarang mereka melakukan diskusi
publik, seminar-seminar, bahkan aksi turun ke jalan sebagai respon dari setiap
dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat. Akan tetapi perlu kita renungkan
kembali, sudah mampukah kita menjadi pelopor dari aksi nyata yang dampaknya
bisa benar-benar dinikmati dalam sekala yang luas, masihkah kita menjadi orang
yang mengaku intelektual dengan janji memberikan perubahan tetapi dalam
kesehariannya masih sebatas bersentuhan dengan kertas-kertas dingin, dan
diskusi-diskusi tanpa tindak lanjut, juga aksi yang masih bersifat ontologis.
Sudah waktunya kita bangun dan melakukan aksi nyata, tak harus melakukan
sesuatu yang rumit dan berbelit, tapi mulailah dengan sesuatu yang sederhana.
Ada
sebuah fenomena yang menurut hemat penulis masih luput dari analisis kritis
kader IMM, khususnya di kota Malang, padahal fenomena ini sangat dekat sekali
dan selalu kita temui setiap hari. Bukankah setiap kali kita keluar dari rumah
kost menuju kampus, tak pernah sekalipun luput dari sambutan ayunan kaleng
ataupun kardus bekas dari pengharap uang receh dengan berbagai motif dan gaya.
Ya masalah yang luput itu adalah keberadaan peminta-minta yang sering
mengganggu ketertiban umum. Akhir-akhir ini banyak kita lihat di tempat-tempat
umum di kota besar banyak pengamen dan pengemis
yang berlalu-lalang atau mangkal ditempat-tempat tertentu yang mengganggu
pemandangan. Jumlah pengemis di kota-kota besar termasuk kota Malang,
menunjukkan peningkatan yang cukup drastis. Keadaan ini dirasa cukup
memprihatinkan apalagi saat ini sudah menjadi rahasia umum bahwa mengemis
adalah sebuah profesi bukan lagi sebagai sebuah keterpaksaan dalam upaya untuk
mempertahankan hidup. Keberadaan mereka sudah terorganisasi secara rapi.
Banyaknya pengemis ini sangat memprihatinkan dan memiliki dampak jangka panjang
yang cukup kompleks. Apabila keadaan ini dibiarkan tanpa solusi yang pasti maka
akan berpengaruh pada kualitas karakter generasi bangsa, mereka yang terbiasa
mengemis akan malas berusaha dan kualitas mentalnya menjadi lemah. Keberadaan
pengemis ini cukup meresahkan masyarakat, misalnya aktivitas mereka saat
mengemis di jalanan dapat memperparah kemacetan lalu lintas membuat pemandangan
semakin semerawut, sehingga citra kota menjadi lebih buruk.
Fakta
sosial yang ada di Indonesia cukup mendukung peningkatan jumlah pengemis,
seperti kondisi perekonomian yang kurang stabil dan masih rendahnya angka
kesadaran untuk mengenyam pendidikan yang menyebabkan sulitnya mereka menemukan
pekerjaan yang layak ditambah dengan sifat matrealistis yang tinggi mendorong
mereka untuk cepat mendapatkan banyak uang tanpa harus bekerja keras dan
pekerjaan mengemis adalah pekerjaan yang paling mungkin untuk dilakukan. Hal
yang lebih memprihatinkan adalah mereka melakukan segala cara untuk mendapatkan
perhatian, seperti membawa bayi, dan yang lebih mengagetkan mereka juga tega
memberikan obat-obatan terlarang agar bayi yang dibawa itu tetap tertidur.
Keberadaan mereka semakin subur dengan respon dari masyarakat yang acuh tak
acuh dan asal memberikan uang saja tanpa memikirkan dampak jangka panjang.
Masyarakat juga sering dibuat bingung mau memberi atau tidak memberi karena
pelajaran agama yang kita dapatkan mengajarkan kepada kita untuk saling
berbagi, selain itu KH. Ahmad Dahlan juga mengajarkan kepada murid-muridnya mengenai
pengamalan QS. Al-Maun, beliau gemar bersedekah dan menyantuni fakir miskin,
tetapi fakta yang ada saat ini menunjukkan bahwa memberikan uang kepada
pengemis adalah tindakan yang salah. Karena, memang peminta-minta yang ada saat
ini berbeda adanya dengan yang ada pada masa Ahmad Dahlan, bila dulu mengemis
karena sebuah keterpaksaan untuk bertahan hidup, saat ini mengemis dijadikan
sebagai sebuah profesi.
Cukup
mencegangkan ketika ditemukannya pengamen dan pengemis yang kaya bahkan gaji
bulanannya lebih banyak daripada PNS, maka wajar bila pemerintah mengeluarkan
peraturan perundang-undangan untuk memberikan sanksi kepada mereka yang
memberikan uang kepada pengemis, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah daerah
Jawa Tengah, mengeluarkan perda yang berisi himbauan kepada masyarakat untuk
memberi uang kepada pengemis, yang melanggar akan diberi sanksi kurungan 10
hari atau denda 1 juta rupiah. Memang dengan tidak memberi uang besar
kemungkinan menurunkan jumlah pengemis karena mereka kehilangan sumber pendapatan
dari kegiatan mengemis, namun tidak memberi dan membiarkan mereka bukanlah
tindakan yang tepat. Sikap membiarkan dan menolak untuk memberi dapat memupuk
rasa egois dan melunturkan rasa empati terhadap sesama manusia, bukankah salah
satu trilogi IMM adalah humanis? Apalagi, bila di sekitar kita ada anak-anak,
mereka akan meniru sikap kita sehingga lahirlah generasi yang acuh dan egois.
Pembentukan sikap itu sangat mungkin terjadi karena Inti dari pembelajaran
sosial adalah pemodelan (modelling), seperti yang ditulis oleh Bandura (dalam
Kard, 1997:14) ia menyatakan bahwa, “sebagian besar manusia belajar melalui
pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Jadi ketika
anak-anak melihat orang tua atau orang-orang di sekitarnya melakukan tindakan
yang kurang pantas seperti menolak untuk memberi, ataupun melakukan pembiaran
akan terbentuk perkembangan konsep diri yang kurang baik. Apalagi perkembangan
moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah. Hurlock
(1980:123) menyatakan bahwa “perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai
titik dimana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak
tetang benar dan salah”.
Karena
keberadaan peminta-minta ini cukup memberikan dampak yang kompleks dalam sosial
kemasyarakatan, maka IMM sebagai agen sosial intelektual sudah seharusnya
menjadi pelopor dalam memunculkan gagasan sebagai solusi dari permasalahan
sosial tersebut. Hal sederhana yang dapat penulis sarankan sebagai solusi
adalah IMM mau memulai gerakan SASEGI (Sapa, Senyum, and Give Snack). Gerakan
ini cukup solutif karena tidak menimbulkan kesan acuh dan tetap memberi namun
bukan berupa uang yang dapat menyebabkan penyalahgunaan kegiatan mengemis untuk
dijadikan sebagai profesi. Dengan memberi berupa snack kita telah mengajarkan
dan membiasakan kepada diri serta lingkungan kita untuk peduli terhadap sesama.
Mereka yang mengemis lama-lama akan mencari pekerjaan yang lain karena profesi
yang mereka jalani tidak lagi menghasilkan uang yang menjanjikan kalaupun
mereka menjual snack itu mereka masih ada upaya untuk bekerja. Ditambah dengan
kegiatan menyapa sebagai wujud konfirmasi rasa peduli yang merupakan kebutuhan yang merupakan
kebutuhan disertai senyuman akan menambah keakraban secara emosional dan
memberikan pendidikan simpati kepada lingkungan sekitar kita. Gerakan ini akan
lebih efektif bila kader IMM mampu mengajak masyarakat secara serentak
melaksanakannya, selain itu juga perlu peraturan perundang-undangan yang jelas
dari Pemerintah Kota Malang tentang dilarangnya memberi uang kepada pengamen
dan pengemis, sehingga ada payung hukum yang jelas, dan gerakan ini dapat
direalisasikan dengan baik.
Karya: Immi. Diah Ayu Puspitasari
REFERENSI
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan
Istiwidayanti & Soedjarwo. Tanpa Tahun. Jakarta: Erlangga.
Saleh, Nuramin. 2012. Albert Bandura dan Teorinya, (online), (http://nuraminsaleh.blogspot.com/2012/11/albert-bandura-dan-teorinya.html)
diakses 01 April 2015.
Sanusi, M. 2013. Kebiasaan Kebiasaan Inspiratif KH. Ahmad Dahlan & KH. Hasyim
Asy’ari. Jogjakarta: Diva Press.
Yoechua. 2015. Inilah
Alasan Bayi yang dibawa Pengemis Selalu Tertidur, (online), (http://log.viva.co.id/frame/read/aHR0cDovL3lvZWNodWEuYmxvZ3Nwb3QuY29tLzIwMTUvMDIvaW5pbGFoLWFsYXNhbi1iYXlpLXlhbmctZGliYXdhLXBlbmdlbWlzLmh0bWw=),
diakses 01 April 2015.
Langganan:
Postingan (Atom)