Minggu, 24 Mei 2015

Surat Cinta Untuk Ibu





Surat ini untuk ibuku tersayang...:)

Ibu , karena cintamu aku bisa hidup di dunia ini.
Aku bisa bernafas , menangis ,dan tersenyum karena ketulusan  hatimu,
Sehingga aku tak  perlu sinar terang tuk menerangi gelapku selain sinar ketulusan dari hatimu.
Disaat aku kedinginan dalam dinginya malam,
Aku tak perlu  kehangatan dalam dinginku selain pelukanmu.
Bahagiaku adalah bahagiamu.
Dosakah diriku ini ibu...?
Yang hanya bisa merepotkan  dan meminta sesuatu tanpa memikirkan perasaanmu.
Tetapi dengan senyum  ikhlasmu  dan ketulusanmu engkau berikan tanpa menginginkan suatu imbalan kepadaku.
Ibu...
Engkaulah  pahlawan yang membesarkanku.
Yang mengajariku  makna kehidupan dalam kehidupan  ini.
Manis  pahitnya hidup engkau ajarkan dengan sebuah kebaikan dalam hidupku
Ibuku........
Mengingat segala pengorbananmu,
Yang telah  bersusah payah  mengandungku selama 9 bulan,
Yang  tak kenal lelah merawatku,
Yang tak kenal lelah menasehatiku ,
Dan tak pernah lelah menyayangiku sampai akhir hayatmu,

Mungkin , pengorbananmu untukku tidak bisa diungkapkan dengan rangkaian kata-kata.
Tapi sebuah jasamu dan ketulusanmu adalah sebuah bait-bait harapan untukku..

Ibu ku....
Maafkan aku, ketika aku beranjak dewasa seperti ini,
Engkau mungkin tak mengenalku, mengenalku yang  masih kecil dulu.
Ketika aku selalu mengadu semua masalahku.
Aku yang sekarang sibuk dengan kepentinganku sendiri,
Dan, Aku merasa sangat bersalah kepadamu,ibu......
Memori ini selalu ku ingat dan tak akan pernah  hilang dari pikiran dan batinku..
Rasanya aku ingin lenyap dari pandanganmu waktu itu,...
Hanya kata maaf yang bisa terucap dalam bibir ini,
Maafkan aku ibu....
Yang dulu pernah berkata kepadamu “ Aku malu denganmu,mempunyai seorang ibu yang tua dan  jadul sepertimu”

Maaf kan anakmu ini,..
Mungkin,aku telah mengecewakanmu dan menyakiti hatimu dengan kata-kataku.
Tapi...dengan sinar wajahmu engkau membalas dengan senyuman manis untukku..
Aku merasa menyesal ...
Aku tak pernah memikirkan perasaanmu,aku tak pernah tahu isi hatimu.
Sekarang aku sadar engkaulah hidupku, engkaulah segalanya untukku .
Engkaulah sosok pejuang wanita yang sangat pantas mendapatkan sebuah kebaikan .
Kasih sayang mu kepadaku tidak pernah luntur walau mungkin nyawamu sudah berada dalam genggaman sang pemberi kehidupan.
Aku ingin membuatmu tersenyum dan bahagia dalam hidupmu ibu....

Aku berusaha dalam setiap malamku , dalam sebuah bait-bait doaku untuk bermunajat kepada Allah Swt,agar engkau  sebagai pelita malam dalam keridhoan-Nya.
Noda hitam dalam sebuah bait bait kataku,adalah sebuah syair nada yang bergetar seperti tak bersuara yang membuat hatimu tersakiti.
Aku sangat menyesal ibu...pengorbanan dan perjuanganmu sangat besar untukku,
Aku sangat mencintaimu ibu...maafkan anakmu ini yang terkadang menyakiti hatimu dan perasaanmu.
Tanpa  ku sadari  apapun engkau lakukan demi untukku,meskipun  itu nyawamu .
Maaf...ibuku sayang,.....
Untuk saat ini aku belum bisa membalas semua kebaikanmu kepadaku,
Tapi sebuah jasamu tidak akan pernah bisa dibalas oleh apapun meskipun aku membalas semua isi jagad raya  dalam kehidupan ini,
Karena ketulusanmu adalah sebuah sinar permata dalam setiap sinar hidupku.
Terimakasih ibu....atas semua kebaikan dan perjuangan mu untukku.
Aku ingin bisa melihat engkau tersenyum dikala tua bersamaku sampai akhir hidupku.
Aku ingin bernyanyi untukmu,lagu ketika kecil engkau mengajariku :
“ Kasih ibu...kepada beta,
  Tak terhingga sepanjang masa,
  Hanya memberi tak hadap kembali,
  Bagai sang surya menyinari dunia”
Terima kasih ibu,...i love you mom, aku cinta ibu.

Karya : Immi. Enin Widiastutik

“SASEGI” DARI IMM MALANG UNTUK KOTA MALANG YANG BEBAS DARI PENGAMEN DAN PEMINTA-MINTA





Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi ortom dari Muhammadiyah yang merupakan organisasi sosial kemasyarakatan berbasis Islam, sudah menjadi suatu hal yang pasti bila setiap bagian dari organisasi tersebut memiliki tanggung jawab moral untuk mempertajam sensitifitas indranya dalam menanggapi permasalahan sosial di sekitarnya. Islam sebagai landasan gerakan Muhammadiyah merupakan agama rahmatan lil alamin yang menuntut setiap pemeluknya untuk memberikan ketentraman kepada setiap makhluk di bumi ini, maka belum sempurna keislaman seseorang apabila dengan kehadirannya orang di sekitarnya tidak bisa merasa nyaman, patut dipertanyakan juga loyalitasnya kepada agama Islam bila pribadi tersebut tidak peduli dengan kejanggalan sosial yang menggangu keseimbangan realitas kehidupan. Terlebih organisasi yang beranggotakan mahasiswa Muhammadiyah itu telah menyebut dirinya sebagai institusi sosial intelektual, tentu sebutan itu bukanlah sekedar nama tanpa makna. Sebagai makhluk sosial, kader IMM tidak bisa lepas dari fenomena di lingkungannya. Status intelektual, mengharuskan kader IMM bersikap kritis terhadap apapun yang terjadi disekitarnya dengan memfilsafati setiap segi kehidupan. Lantas sudahkah kader IMM dapat dinilai sensitif terhadap fenomena sosial di sekitarnya? Apa buktinya?
Bila kita kembali merefleksikan diri, berkaca pada KH Ahmad Dahlan pendiri organisasi Muhammadiyah yang menjadi bapak dari IMM, beliau adalah sosok pembaharu yang kritis terhadap lingkungannya, yang memulai dakwah dengan mengamalkan QS Al Maun secara sungguh-sungguh. Sanusi (2013:49) menyatakan, “hal yang agaknya tak biasa pada diri Ahmad Dahlan muda adalah daya kritisnya pada keadaan dan umat Islam.” Tentunya pernyataan M. Sanusi tersebut bukanlah pernyataan yang tak berdasar, karena memang telah banyak kita dengar tentang pemikiran-pemikiran dan tindakan pembaharuan yang telah dilakukan oleh tokoh yang memiliki nama kecil Muhammad Darwis itu. Salah satu hal yang menjadi kebiasaan KH. Ahmad Dahlan sejak kecil adalah suka merenungi tradisi masyarakat. Menurut beliau, tradisi  yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Kauman sudah melampaui kesadaran sosial-keagamaan. Baginya, tradisi masyarakat yang lebih mementingkan tradisi kejawen daripada kewajibaan berislam sudah melewati batas, hingga lahirlah dari buah pemikirannya, sebuah organisasi yang oleh Moeslim Abdurrahman disebut gerarakan puritanisme dengan berkesinambungan melakukan pencerahan terhadap masyarakat dengan pendidikan keagamaan yang humanis.
Sudah menjadi suatu keharusan IMM mengambil bagian dari fungsi sosial sebagai pemain dari peradaban profetik ditingkat mahasiswa. Memang cukup banyak fenomena sosial yang telah dikritisi oleh kader IMM, tak jarang mereka melakukan diskusi publik, seminar-seminar, bahkan aksi turun ke jalan sebagai respon dari setiap dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat. Akan tetapi perlu kita renungkan kembali, sudah mampukah kita menjadi pelopor dari aksi nyata yang dampaknya bisa benar-benar dinikmati dalam sekala yang luas, masihkah kita menjadi orang yang mengaku intelektual dengan janji memberikan perubahan tetapi dalam kesehariannya masih sebatas bersentuhan dengan kertas-kertas dingin, dan diskusi-diskusi tanpa tindak lanjut, juga aksi yang masih bersifat ontologis. Sudah waktunya kita bangun dan melakukan aksi nyata, tak harus melakukan sesuatu yang rumit dan berbelit, tapi mulailah dengan sesuatu yang sederhana.
Ada sebuah fenomena yang menurut hemat penulis masih luput dari analisis kritis kader IMM, khususnya di kota Malang, padahal fenomena ini sangat dekat sekali dan selalu kita temui setiap hari. Bukankah setiap kali kita keluar dari rumah kost menuju kampus, tak pernah sekalipun luput dari sambutan ayunan kaleng ataupun kardus bekas dari pengharap uang receh dengan berbagai motif dan gaya. Ya masalah yang luput itu adalah keberadaan peminta-minta yang sering mengganggu ketertiban umum. Akhir-akhir ini banyak kita lihat di tempat-tempat umum  di kota besar banyak pengamen dan pengemis yang berlalu-lalang atau mangkal ditempat-tempat tertentu yang mengganggu pemandangan. Jumlah pengemis di kota-kota besar termasuk kota Malang, menunjukkan peningkatan yang cukup drastis. Keadaan ini dirasa cukup memprihatinkan apalagi saat ini sudah menjadi rahasia umum bahwa mengemis adalah sebuah profesi bukan lagi sebagai sebuah keterpaksaan dalam upaya untuk mempertahankan hidup. Keberadaan mereka sudah terorganisasi secara rapi. Banyaknya pengemis ini sangat memprihatinkan dan memiliki dampak jangka panjang yang cukup kompleks. Apabila keadaan ini dibiarkan tanpa solusi yang pasti maka akan berpengaruh pada kualitas karakter generasi bangsa, mereka yang terbiasa mengemis akan malas berusaha dan kualitas mentalnya menjadi lemah. Keberadaan pengemis ini cukup meresahkan masyarakat, misalnya aktivitas mereka saat mengemis di jalanan dapat memperparah kemacetan lalu lintas membuat pemandangan semakin semerawut, sehingga citra kota menjadi lebih buruk.
Fakta sosial yang ada di Indonesia cukup mendukung peningkatan jumlah pengemis, seperti kondisi perekonomian yang kurang stabil dan masih rendahnya angka kesadaran untuk mengenyam pendidikan yang menyebabkan sulitnya mereka menemukan pekerjaan yang layak ditambah dengan sifat matrealistis yang tinggi mendorong mereka untuk cepat mendapatkan banyak uang tanpa harus bekerja keras dan pekerjaan mengemis adalah pekerjaan yang paling mungkin untuk dilakukan. Hal yang lebih memprihatinkan adalah mereka melakukan segala cara untuk mendapatkan perhatian, seperti membawa bayi, dan yang lebih mengagetkan mereka juga tega memberikan obat-obatan terlarang agar bayi yang dibawa itu tetap tertidur. Keberadaan mereka semakin subur dengan respon dari masyarakat yang acuh tak acuh dan asal memberikan uang saja tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Masyarakat juga sering dibuat bingung mau memberi atau tidak memberi karena pelajaran agama yang kita dapatkan mengajarkan kepada kita untuk saling berbagi, selain itu KH. Ahmad Dahlan juga mengajarkan kepada murid-muridnya mengenai pengamalan QS. Al-Maun, beliau gemar bersedekah dan menyantuni fakir miskin, tetapi fakta yang ada saat ini menunjukkan bahwa memberikan uang kepada pengemis adalah tindakan yang salah. Karena, memang peminta-minta yang ada saat ini berbeda adanya dengan yang ada pada masa Ahmad Dahlan, bila dulu mengemis karena sebuah keterpaksaan untuk bertahan hidup, saat ini mengemis dijadikan sebagai sebuah profesi.
Cukup mencegangkan ketika ditemukannya pengamen dan pengemis yang kaya bahkan gaji bulanannya lebih banyak daripada PNS, maka wajar bila pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan untuk memberikan sanksi kepada mereka yang memberikan uang kepada pengemis, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah daerah Jawa Tengah, mengeluarkan perda yang berisi himbauan kepada masyarakat untuk memberi uang kepada pengemis, yang melanggar akan diberi sanksi kurungan 10 hari atau denda 1 juta rupiah. Memang dengan tidak memberi uang besar kemungkinan menurunkan jumlah pengemis karena mereka kehilangan sumber pendapatan dari kegiatan mengemis, namun tidak memberi dan membiarkan mereka bukanlah tindakan yang tepat. Sikap membiarkan dan menolak untuk memberi dapat memupuk rasa egois dan melunturkan rasa empati terhadap sesama manusia, bukankah salah satu trilogi IMM adalah humanis? Apalagi, bila di sekitar kita ada anak-anak, mereka akan meniru sikap kita sehingga lahirlah generasi yang acuh dan egois. Pembentukan sikap itu sangat mungkin terjadi karena Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), seperti yang ditulis oleh Bandura (dalam Kard, 1997:14) ia menyatakan bahwa, “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Jadi ketika anak-anak melihat orang tua atau orang-orang di sekitarnya melakukan tindakan yang kurang pantas seperti menolak untuk memberi, ataupun melakukan pembiaran akan terbentuk perkembangan konsep diri yang kurang baik. Apalagi perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah. Hurlock (1980:123) menyatakan bahwa “perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik dimana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tetang benar dan salah”.
Karena keberadaan peminta-minta ini cukup memberikan dampak yang kompleks dalam sosial kemasyarakatan, maka IMM sebagai agen sosial intelektual sudah seharusnya menjadi pelopor dalam memunculkan gagasan sebagai solusi dari permasalahan sosial tersebut. Hal sederhana yang dapat penulis sarankan sebagai solusi adalah IMM mau memulai gerakan SASEGI (Sapa, Senyum, and Give Snack). Gerakan ini cukup solutif karena tidak menimbulkan kesan acuh dan tetap memberi namun bukan berupa uang yang dapat menyebabkan penyalahgunaan kegiatan mengemis untuk dijadikan sebagai profesi. Dengan memberi berupa snack kita telah mengajarkan dan membiasakan kepada diri serta lingkungan kita untuk peduli terhadap sesama. Mereka yang mengemis lama-lama akan mencari pekerjaan yang lain karena profesi yang mereka jalani tidak lagi menghasilkan uang yang menjanjikan kalaupun mereka menjual snack itu mereka masih ada upaya untuk bekerja. Ditambah dengan kegiatan menyapa sebagai wujud konfirmasi rasa peduli  yang merupakan kebutuhan yang merupakan kebutuhan disertai senyuman akan menambah keakraban secara emosional dan memberikan pendidikan simpati kepada lingkungan sekitar kita. Gerakan ini akan lebih efektif bila kader IMM mampu mengajak masyarakat secara serentak melaksanakannya, selain itu juga perlu peraturan perundang-undangan yang jelas dari Pemerintah Kota Malang tentang dilarangnya memberi uang kepada pengamen dan pengemis, sehingga ada payung hukum yang jelas, dan gerakan ini dapat direalisasikan dengan baik.



Karya: Immi. Diah Ayu Puspitasari





REFERENSI
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi  Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarwo. Tanpa Tahun. Jakarta: Erlangga.
Saleh, Nuramin. 2012. Albert Bandura dan Teorinya, (online), (http://nuraminsaleh.blogspot.com/2012/11/albert-bandura-dan-teorinya.html) diakses 01 April 2015.
Sanusi, M. 2013. Kebiasaan Kebiasaan Inspiratif KH. Ahmad Dahlan & KH. Hasyim Asy’ari. Jogjakarta: Diva Press.
Yoechua. 2015. Inilah Alasan Bayi yang dibawa Pengemis Selalu Tertidur, (online), (http://log.viva.co.id/frame/read/aHR0cDovL3lvZWNodWEuYmxvZ3Nwb3QuY29tLzIwMTUvMDIvaW5pbGFoLWFsYXNhbi1iYXlpLXlhbmctZGliYXdhLXBlbmdlbWlzLmh0bWw=), diakses 01 April 2015.